KENDARI,ONESULTRA.COM Pembangunan Gapura gerbang pariwisata di kawasan Toronipa, Sulawesi Tenggara, yang menelan anggaran sebesar± Rp 32 miliar, kembali menuai sorotan
Pasalnya, penggunaan bahan material pada konstruksi bangunan yang seharusnya melambangkan gerbang utama pariwisata tersebut, dianggap tidak sebanding dengan besarnya anggaran yang dihabiskan.
Ketua II PKC PMII SULTRA, Sarwan mengatakan bahwa proyek yang menelan anggaran puluhan miliar diduga kuat terjadi kolusi antara pihak kontraktor, birokrasi, dan juga pengawas proyek.
Menurut dia Proyek sebesar ini dengan anggaran mencapai puluhan miliar, seharusnya memberikan hasil yang sebanding dari segi kualitas material maupun desain.
Namun, imbuh Sarwan, penggunaan kalsiboard yang notabene material murah, tidak sepadan dengan anggaran yang telah dialokasikan.
“Ada indikasi kuat bahwa proyek ini mengandung unsur fraud, di mana praktik penggelembungan anggaran atau mark-up mungkin terjadi,” jelas Sarwan dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini Sabtu 21/9/24
Lebih lanjut, Sarwan menguraikan bahwa fraud dalam proyek infrastruktur seperti ini sering kali melibatkan beberapa pihak, mulai dari kontraktor hingga pejabat terkait yang memiliki kewenangan dalam pengawasan anggaran.
“Proyek ini bisa menjadi contoh bagaimana lemahnya sistem pengawasan internal dan audit pemerintah, serta potensi adanya kolusi antara pihak yang terlibat,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya peran aparat penegak hukum dan inspektorat daerah dalam mengusut dugaan ini secara tuntas, “Pengawasan yang lemah, ditambah dengan integritas yang dipertanyakan, membuat proyek ini rawan manipulasi anggaran.
“Publik memiliki hak untuk mengetahui ke mana uang negara dialokasikan,” imbuhnya
Lebih jauh dia menguraikan Pembangunan Gapura Toronipa seharusnya menjadi simbol kebanggaan bagi Sulawesi Tenggara sebagai destinasi wisata unggulan. Namun, dengan munculnya dugaan fraud ini, proyek tersebut malah menjadi bukti nyata ketidakmampuan birokrasi dan pemerintah dalam mengelola anggaran publik secara akuntabel.
“Jika terbukti ada fraud, ini tidak hanya mencoreng reputasi proyek tersebut, tetapi juga menciptakan dampak negatif bagi kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah,” tandas Ketua II PKC PMII Sultra. (Rls)