KONSEL,ONESULTRA.COM- Supriani, seorang guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Konawe Selatan kini sedang menghadapi ujian hidup paling pelik dalam hidupnya.
Tak pernah ia bayangkan sebelumnya, dedikasi dan pengabdiannya membangun dan mencerdaskan generasi muda, khususnya putera – puteri yang ada di Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito harus berbalas air tuba.
Kasus hukum dengan tuduhan telah melalukan tindak pidana penganiayaan terhadap seorang murid menjeratnya.
Meski penahananya kini telah ditangguhkan oleh Pengadilan Negeri Andoolo, Supriyani belum bisa bernafas lega.
Supriyani bersiap menghadapi kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan pada Kamis (24/10/2024) mendatang.
Pada Selasa, 22 Oktober 2024, Supriyani ditangguhkan penahanannya dengan suami dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Konawe Selatan sebagai penjamin.
Penangguhan penahanan Supriyani diajukan Lembaga Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara (Sultra) selaku kuasa hukum.
Ditemui awak media di Kantor LBH HAMI Sultra, Supriyani mengatakan begitu terpukul dengan apa yang dialaminya saat ini, di mana dirinya harus menghadapi masalah hukum yang sama sekali tak pernah terlintas dalam benaknya.
Ia bercerita, selama 16 tahun mengabdi sebagai guru honorer dengan upah Rp300 ribu per bulan, baru kali ini ia berurusan dengan aparat hukum.
“Sudah sekitar 16 tahun (saya menjadi guru) dan baru kali ini saya mendapatkan masalah ini,” ucapnya sambil meneteskan air mata.
Supriyani yang kini tengah berjuang menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui jalur seleksi PPPK ini menegaskan, apa yang dituduhkan orang tua murid hingga dirinya harus menjadi tersangka dugaan penganiayaan, tidaklah benar.
Ia menjelaskan, murid yang dimaksud menjadi korban dugaan penganiayaan adalah anak Kelas 1A, sedangkan Supriani mengajar di Kelas 1B.
“Saya tidak pernah melakukan (tindak pidana penganiayaan),” tegasnya.
Supriyani menerangkan, terkait dirinya dipaksa mengku supaya masalah tersebut selesai, sebenarnya ia diminta oleh penyidik Polsek Baito.
Berangkat dari saran penyidik, ia kemudian datang ke rumah orang tua murid bersama kepala sekolah. Tetapi ia datang untuk meminta maaf, bukan mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
“Jadi saya datang ke rumahnya bukan datang untuk mengakui kesalahan, tapi meminta maaf, sekiranya selama anaknya sekolah di SDN 4 Baito kurang terima perlakuan sekolah, kurang baik atau gimana. Tapi menurut orang tuanya saya tetap mengakuinya,” bebernya.
Kasus ini sendiri telah mendapat perhatian secara meluas seantero negeri. Banyak pihak yang menyayangkan. Namun, apapun argumentasinya, kebenaran pasti akan menemukan jalannya. (Nal/Tim)